Garap Lahan Tanpa Izin, Tiga Unit Excavator Disuruh Keluar Kamis, 02/05/2024 | 18:59
Inhu/Riau, Tiga unit alat berat jenis Excavator sedang buka lahan dihutan negara di Kecamatan Batang Cenaku disuruh keluar, pada Selasa (23/4) kemarin.
Ketiga unit alat berat itu dipaksa keluar sekaligus menghentikan aktivitas disebabkan perambahan hutan produksi terbatas (HPT) oleh tiga orang pembeli lahan tidak pernah mengantongi izin exploitasi untuk perkebunan kelapa sawit.
Padahal, sebulan sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau melalui UPT Koordinator Pengelolaan Hutan (KPH) Indragiri telah mengamankan satu unit alat berat jenis Dozer karena membuka lahan berstatus HPT di Desa Siambul Kecamatan Batang Gangsal.
“Benar, dan alat beratnya sudah keluar dari lokasi,” jawab kepala KPH Indragiri Wang Yusrizal, Jum’at (27/4/24) membenarkan sudah kelokasi perambahan hutan negara di Desa Anak Talang Kecamatan Batang Cenaku lalu memerintahkan ketiga unit alat berat menghentikan aktivitas.
Setakat ini pembukaan lahan ratusan hektar tanpa izin di Desa Anak Talang Kecamatan Batang Cenaku masih dalam penyelidikan termasuk pembukaan lahan di Desa Siambul Kecamatan Batang Gangsal dengan barang bukti satu unit alat berat jenis Dozer dititip sementara di Rubasan Rengat.
Informasi diterima Pekanbaru Pos (red), lahan dihutan dikawasan sekitar 200 hektar akan digarap tiga orang pembeli berinisial AS warga asal Sumatra Utara seluas 60 hektar, inisial AU warga Kecamatan Rengat Barat seluas 50 hektar dan inisial AS warga Kecamatan Rengat seluas 100 hektar.
Dapat dirincikan, sekitar 150 hektar dijual salah seorang warga Desa Anak Talang Kecamatan Batang Cenaku, M Nawir, Desember 2023 kemarin kepada dua orang pembeli ‘keturunan Tionghoa’ warga Kecamatan Rengat Barat dan Kecamatan Rengat sebesar Rp2,25 Miliar atau Rp15 juta per hektar.
Salah satu pembeli berinisial AU warga Kecamatan Rengat Barat membayar lunas kepada si penjual untuk 50 hektar sebesar Rp750 juta dan seorang pembeli lainnya berinisial AS warga Kecamatan Rengat ikut turut membeli lahan seluas 100 hektar dengan mahar Rp1,5 Miliyar sehingga diprediksi keuntungan yang dirogoh sipenjual dari menjual hutan negara untuk kepentingan peribadi mencapai Rp2,25 Miliar.
“Kalau AU warga Kecamatan Rengat Barat sudah bayar lunas 50 hektar. Sedangkan AS melalui bandaranya Sulastri baru bayar 900 juta sehingga masih terutang Rp600 juta lebih,” jawab sipenjual lahan, M Nawir, Minggu (21/4) kemarin.
Katanya, uang penjualan lahan yang sudah ia terima dari sipembeli sekitar Rp 1,65 Miliar berdasarkan surat keterangan ganti rugi (SKGR) yang diterbitkan Pemerintah Desa setempat.
Penjualan hutan negara diduga hutan produksi terbatas tetap (HPT) tersebut diluar pembiayaan penerbitan surat tanah dari pemerintah desa setempat mencapai 200 juta.
“Saya hanya membuat suratnya saja, masalah ganti rugi saya ngak tau. Dan kalaupun ada masalah dikemudian hari, bukan tanggung jawab saya,” jawab mantan Kepala Desa Anak Talang, inisial RJ.
Buka lahan tanpa izin, aktivis lingkungan meminta pemerintah responsif dan menindak tegas pelaku penjual lahan dan pembukaan lahan hutan kawasan tanpa izin di Kecamatan Batang Cenaku, Inhu.
Desakan ini disampaikan lembaga aliansi Indonesia (LAI), Mungkin dalam waktu dekat ini kita akan berkirim surat ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIX di Pekanbaru sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.6/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tanggal 29 Januari 2016
tentang organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Ucap Rudiwalker, Minggu, 28/04/24
Dengan tegas ia katakan, jika jelas terbukti dirinya tidak segan melaporkan hal ini kepada Pak Kapolres Inhu dan kepada Bapak Kapolda Riau, tangkap itu yang namanya M Nawir untuk diproses hukum, karena dia biang keroknya penjualan HPT secara korporasi. (sumber : Dewanusantaranews.com)